Karyawan MBG Milik Yayasan As-Saidiyah Alas Kembang Keluhkan Upah tidak Sesuai Kesepakatan

Bangkalan | Kabarmetronews.com — Karyawan MBG milik Yayasan As-Saidiyah di Desa Alas Kembang menyampaikan keluhan terkait pembayaran gaji yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Para pekerja mengaku menerima upah jauh di bawah nilai yang telah dijanjikan ketika mulai bekerja.
Salah satu karyawan menuturkan bahwa mereka hanya digaji Rp50 ribu per hari, padahal kesepakatan awal menyebutkan upah sebesar Rp100 ribu per hari. Selain itu, para pekerja juga mengeluhkan keterlambatan pembayaran gaji.
“Kami cuma digaji Rp50 ribu per hari, tidak sesuai kesepakatan yang awalnya Rp100 ribu per hari. Selama satu minggu kami tidak digaji, baru diberikan pada minggu kedua. Untuk satu minggu sebelumnya, gaji kami tidak diberikan atau digantung,” ungkap salah satu pekerja yang namanya enggan disebutkan.
Hal tersebut bertentangan dengan isi Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya (PP No. 36 Tahun 2021), pengusaha wajib membayar upah pekerjanya paling sedikit sebesar upah minimum yang berlaku di wilayah tersebut.
Untuk Tahun 2025, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bangkalan yang telah disahkan Gubernur Jawa Timur tercatat sebesar Rp2.397.550 per bulan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerja dapur MBG menerima upah yang berada jauh di bawah standar tersebut.
Sayangnya, upaya konfirmasi sejumlah awak media melalui pesan WhatsApp pribadi kepada Mohammad Seli, salah satu pihak Yayasan As-Saidiyah yang disebut sebagai pengelola dapur MBG, tidak membuahkan hasil. Pesan yang dikirim tidak mendapatkan respons hingga berita ini diterbitkan.
Di sisi lain, Horis, salah satu tokoh masyarakat Desa Alas Kembang yang juga penyedia bangunan dapur MBG, memberikan keterangan kepada media. Ia membenarkan bahwa upah karyawan MBG Alas Kembang saat ini memang hanya Rp50 ribu per hari. Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena adanya kendala jumlah pesanan yang tidak sesuai target awal.
Ia menjelaskan bahwa pada rencana awal, dapur MBG ditarget mengolah 3.500 porsi makanan per hari, namun realisasinya kini hanya sekitar 1.000 porsi. Hal ini berdampak pada kemampuan pengelola dalam memenuhi standar upah sesuai kesepakatan.
“Benar, saat ini upah yang diberikan Rp50 ribu per hari karena kendalanya pesanan tidak sesuai target. Awalnya 3.500 porsi, sekarang tinggal 1.000 porsi. Untuk perjanjian kerja, memang sebelumnya disepakati Rp100 ribu per hari,” jelasnya.
Tak lama berselang, seorang pria yang mengaku sebagai keluarga Mohammad Seli turut memberikan bantahan. Ia menyatakan bahwa upah yang diberikan kepada pekerja sesuai kesepakatan yang telah disetujui kedua pihak.
“Keluhan itu tidak benar. Gaji sudah sesuai kesepakatan. Untuk sementara memang Rp50 ribu per hari selama dua minggu, dan pada minggu ketiga diberikan Rp100 ribu per hari,” ujar RSD saat menemui awak media.
Melihat kontroversi tersebut awak media bersama Lembaga swadaya masyarakat Forum aspirasi dan advokasi masyarakat (LSM FAAM) Akan terus mengawal persoalan ini baik secara persuasif maupun secara hukum yang berlaku. (Aris).
