Jejak Rokok Ilegal di Madura: Pengakuan Mantan Pemilik JNT Cargo Bongkar Dugaan Jaringan Besar Distribusi

Surabaya | Kabarmetronews.com — Pengakuan terbuka dari H. Lutfi, mantan pemilik JNT Cargo di Jalan Raya Batioh, Kecamatan Banyuates, Sampang, mengungkap sisi gelap peredaran rokok ilegal di Pulau Madura. Ia mengakui bahwa jasa ekspedisi yang pernah dikelolanya sempat dimanfaatkan untuk pengiriman rokok tanpa pita cukai.
“Benar, setahun yang lalu saya masih pemilik JNT Cargo Banyuates. Sejak kejadian pengiriman rokok ilegal yang terus berulang, akhirnya saya memutuskan untuk mundur dan melepaskan kepemilikan,” ungkap H. Lutfi saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Rabu (12/11/2025).
Tak berhenti di situ, H. Lutfi juga menyebut bahwa praktik pengiriman rokok ilegal tidak hanya melibatkan satu jasa ekspedisi. Menurutnya, sejumlah perusahaan pengiriman lain diduga turut dimanfaatkan jaringan pengedar untuk mendistribusikan rokok tanpa cukai.
“Perlu ditelusuri juga, Pak. Yang kirim rokok ilegal itu bukan cuma JNT Cargo. Ada juga SPX, JNT Express, Pos Indonesia, AnterAja, Ninja, JNE, dan Lion Parcel,” katanya blak-blakan.
Menurut Lutfi, upaya pemberantasan rokok ilegal seharusnya tidak berhenti pada pedagang kecil atau pengirim di lapangan. Ia menilai, akar persoalan justru terletak pada pabrik-pabrik yang memproduksi rokok tanpa pita cukai.
“Kalau yang disorot itu produksinya, itu bagus. Jangan cuma pedagang kecil yang ditindak, sementara pabriknya tetap dibiarkan beroperasi. Alangkah lebih baik kalau pabriknya dulu yang ditindak,” tegasnya.
Pernyataan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa rantai distribusi rokok ilegal di Madura diduga tidak berdiri sendiri. Dari pabrik, produk ilegal itu mengalir melalui sejumlah jaringan pengiriman hingga sampai ke tangan pedagang kecil di pasar-pasar lokal.
Praktik semacam ini menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal di Madura diduga telah terorganisasi dengan rapi, melibatkan berbagai pihak, mulai dari produsen, pengepul, hingga oknum yang memanfaatkan jasa ekspedisi sebagai sarana distribusi.
H. Lutfi berharap aparat penegak hukum bertindak tegas dan tidak tebang pilih dalam menindak pelaku rokok ilegal. Ia menilai selama ini penindakan cenderung menyasar pihak-pihak kecil di lapangan, sementara aktor utama di balik produksi masih bebas beroperasi.
“Kalau mau berantas, ya dari hulu. Tutup dulu pabriknya. Kalau tidak, sampai kapan pun peredaran rokok ilegal tidak akan berhenti,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak berwenang belum memberikan keterangan resmi terkait pengakuan H. Lutfi maupun dugaan keterlibatan sejumlah ekspedisi yang disebutnya. Namun, pernyataan tersebut membuka tabir baru: bahwa peredaran rokok ilegal di Madura bukan sekadar praktik kecil, melainkan jaringan distribusi besar yang sistematis.
Di Madura, rokok ilegal bukan sekadar isu ekonomi. Ia adalah potret ketimpangan penegakan hukum, sekaligus bukti betapa sulitnya memutus rantai bisnis yang sudah mendarah daging di lapisan bawah dan atas. (Arif).
