Tabir kepalsuan Saksi-saksi Dari JPU di Sidang ke-7 Kasus Syamsiah:Rekayasa Transaksi Mulai Terungkap

Sampang | Kabarmetrnews.com – Persidangan kasus dugaan penipuan jual beli tanah dengan terdakwa Syamsiah binti Ach. Hasan kembali menyita perhatian publik.
Bukannya semakin menjerat, sidang ke-7 yang digelar pada Selasa (20/8/2025) di Pengadilan Negeri Sampang justru membuka tabir kebohongan yang mengarah pada rekayasa kasus, hingga membuat posisi Syamsiah semakin terang sebagai korban permainan licik pihak tertentu.
Dalam persidangan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi bernama Achmad Amin, suami pelapor sendiri, namun alih-alih memperkuat dakwaan, kesaksian Amin justru membuat ruang sidang riuh penuh tanda tanya, keterangan saksi yang dihadirkan terbukti saling bertolak belakang, bahkan menguak adanya aliran uang yang janggal dan manipulasi angka hasil penjualan aset.
Sebelumnya, saksi bernama Rizal menyebutkan bahwa hasil penjualan sebuah dum truck hanya Rp120 juta, dari jumlah itu, Rp100 juta dipakai langsung oleh Amin untuk kebutuhan politik Pilkades PAW Gunung Maddah tahun 2019, sementara Rp20 juta lainnya kembali masuk ke kantong pribadi Amin. Rizal sendiri hanya menerima “upah” Rp3 juta karena turut dilibatkan menjalankan skenario tersebut.
Namun, keterangan berbeda justru datang dari pihak pembeli dum truck, yang mengaku membeli kendaraan itu seharga Rp235 juta di pegadaian, dan yang lebih mengejutkan lagi, Amin sendiri di hadapan majelis hakim mengklaim bahwa dum truck laku Rp350 juta dan tidak pernah digadaikan di pegadaian.
Perbedaan angka yang mencolok ini jelas bukan sekedar salah ucap, dari Rp120 juta, Rp235 juta, hingga Rp350 juta, tiga versi berbeda dari satu objek yang sama, menjadi potret nyata adanya rekayasa transaksi, bahkan publik mulai bertanya, apakah dum truck itu benar-benar dijual, atau hanya dijadikan alat permainan untuk membangun narasi penipuan, fakta ini memperkuat dugaan kuasa hukum bahwa setiap cerita yang melibatkan transaksi barang maupun uang hanyalah sandiwara yang dipentaskan di ruang sidang.
Ketidakjelasan ini bukan hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga menegaskan bahwa yang sebenarnya menikmati hasil dari penjualan aset tersebut adalah pihak pelapor sendiri, bukan Syamsiah.
Dengan kata lain, Syamsiah sama sekali tidak terbukti mengambil keuntungan. Justru, ia yang kini dijadikan kambing hitam agar kegagalan politik dan kepentingan ekonomi pihak tertentu bisa ditutupi.
“Objek tanah dan kos-kosan ini sah secara hukum, nyata ada, dan terbukti tidak fiktif, unsur penipuan sama sekali tidak terpenuhi, perkara ini jelas-jelas perdata, bukan pidana, klien kami sedang dikorbankan oleh kepentingan pihak tertentu,” tegas Didiyanto SH, MKn, kuasa hukum Syamsiah.
Penasihat hukum lainnya, Ahmad Bahri, juga menambahkan dengan lantang:
“Kesaksian yang saling bertolak belakang ini justru membongkar siapa sebenarnya dalang di balik perkara ini. Syamsiah hanyalah korban yang dijadikan tumbal, kami berharap majelis hakim membuka mata hati, jangan sampai keadilan tunduk pada rekayasa.”
Lebih jauh, tim kuasa hukum menyoroti kehadiran Achmad Amin sebagai saksi. Amin yang notabene suami pelapor, dinilai tidak sah secara hukum untuk menjadi saksi karena jelas memiliki konflik kepentingan, kondisi ini semakin memperlihatkan bahwa persidangan dipaksakan hanya untuk membenarkan narasi sepihak.
Bagi publik, kasus ini kini menjadi cermin rapuhnya wajah penegakan hukum di Sampang, apakah pengadilan berani menegakkan kebenaran dan melindungi korban, atau justru membiarkan praktik manipulatif yang mengorbankan seorang perempuan sederhana yang semestinya dilindungi hukum?
Masyarakat kini menanti dengan cemas: apakah Syamsiah akan mendapat keadilan, atau justru kembali harus menanggung derita akibat rekayasa yang dipelihara? (Sj)