Makna dan Sejarah Lebaran Ketupat

Bangkalan | Kabarmetronews.com – Selain merayakan Hari Raya Idul Fitri pada 1 Syawal, masyarakat Jawa memiliki satu tradisi unik yang digelar tepat sepekan setelahnya, yaitu Lebaran Ketupat.
Tahun ini, berdasarkan hasil Sidang Isbat yang digelar Kementerian Agama pada Sabtu (29/3/2025), 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.
Maka, perayaan Lebaran Ketupat diperingati pada Senin, 7 April 2025, bertepatan dengan 8 Syawal. Meski tidak termasuk dalam hari besar Islam secara resmi.
Lebaran Ketupat menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Jawa, terutama karena maknanya yang dalam dan sejarahnya yang erat dengan proses penyebaran Islam di Nusantara.
Ketupat bukan sekadar makanan khas saat lebaran. Makanan dari beras yang dibungkus janur (daun kelapa muda) ini memiliki simbolisme yang kuat dalam budaya Jawa dan Islam.
1. Simbol Penyucian Diri Dalam tradisi masyarakat Jawa, ketupat melambangkan penyucian diri setelah menjalani puasa sebulan penuh di bulan Ramadan.
Struktur ketupat yang padat dan dibungkus rapat menggambarkan hati dan diri manusia yang kembali bersih dari dosa.
Proses puasa yang penuh perjuangan dianggap sebagai sarana untuk membersihkan batin, dan ketupat menjadi simbolisasi dari keberhasilan tersebut.
2. Makna dari Proses Pembuatannya
Lebih dari sekadar makanan, proses membuat ketupat juga memiliki nilai filosofis. Pengisian beras ke dalam anyaman daun kelapa kemudian dimasak hingga matang menggambarkan pentingnya mengisi hidup dengan hal-hal baik dan berkualitas.
Selain itu, penggunaan janur melambangkan harapan agar kehidupan dipenuhi kesejukan, kesegaran, dan kerukunan antar manusia.
3. Lambang Kemenangan
Layaknya Idul Fitri yang disebut sebagai hari kemenangan, Lebaran Ketupat juga menjadi perayaan atas keberhasilan menaklukkan hawa nafsu dan menahan diri selama Ramadhan.
Ketupat yang disajikan bersama opor ayam, sambal goreng ati, dan hidangan khas lainnya menjadi simbol kebersamaan keluarga dan rasa syukur atas capaian spiritual tersebut.
Tradisi Lebaran Ketupat diyakini bermula dari masa Wali Songo, khususnya dari sosok Sunan Kalijaga. Melansir laman banten.nu.or.id, Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai simbol perayaan Lebaran pada masa Kesultanan Demak yang dipimpin Raden Patah. Pada masa itu, Sunan Kalijaga memanfaatkan tradisi lokal seperti slametan untuk menyebarkan ajaran Islam.
Ketupat dijadikan media dakwah untuk mengenalkan konsep syukur, silaturahmi, dan sedekah dalam suasana yang akrab dan merakyat.
Sementara, menurut budayawan Zastrouw Al-Ngatawi, tradisi kupatan yang muncul pada era Wali Songo adalah hasil adaptasi dari budaya Nusantara yang kemudian dikemas dalam nuansa Islam.
“Kupatan itu bagian dari Islamisasi budaya lokal. Lewat makanan dan kebersamaan, Islam disebarkan dengan pendekatan kultural,” ujarnya sebagaimana dikutip dari nu.or.id.
Penulis : Arif
Editor : Redaksi