Profesionalisme dan Integritas Kinerja Dispendukcapil Bangkalan Dipertanyakan
BANGKALAN | Kabarmetronews.com – Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) adalah identitas resmi seseorang sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota dan berlaku di seluruh wilayah NKRI karena berisikan informasi mengenai data diri seperti foto, tanda tangan, nama, alamat dan juga Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Sehingga baik masyarakat maupun instansi wajib bisa menjaga dan berhati-hati untuk menjaga kerahasian data pribadi.
Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Dinas Kependudukan Catatan dan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Bangkalan. Pasalnya, pihak Dispendukcapil setempat mencetak ulang e-KTP dan Kartu Keluarga (KK) yang diduga dilakukan oleh petugas Dispendukcapil bahkan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Kejadian itu menimpa Kepala Desa Lergunong, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan Toha. Karena tidak terima e-KTP dan KK nya dicetak ulang tanpa sepengetahuan dirinya.
Sehingga dengan nada geram Toha mempertanyakan profesionalisme dan integritas kinerja petugas Dispendukcapil setempat.
“Kok bisa KTP dan KK saya di cetak lagi tanpa sepengetahuan dan izin dari saya?, sedangkan KTP dan KK saya masih ada,” tanya Toha kepada petugas Dispendukcapil, Jum’at (8/9/2023).
Selain itu Kepala Desa Lergunong juga menanyakan apa motif dan tujuannya serta siapa yang menyuruh mencetak ulang data pribadinya.
“Apa maksud dan tujuannya KTP dan KSK milik saya di cetak ulang kembali sampai saya di bilang sedang sakit kritis berada dirumah sakit,” ujarnya pada media ini.
“Seharusnya Dispenduk Capil ini lebih berhati-hati lagi dan teliti dalam memproses data kependudukan seseorang sehingga tidak terjadi hal seperti ini,” imbuh Toha.
Ditempat yang sama, salah satu petugas Dispendukcapil Bangkalan mengaku dirinya hanya di mintai tolong oleh sepupunya untuk mencetak ulang KTP dan KK Kepala Desa Lergunong.
“Saya hanya di mintai tolong sepupu saya pak untuk mencetak ulang KTP dan KSK kepala Desa Lergunung karena katanya sedang berada di rumah sakit dan kondisinya kritis,” ucap Bahron.
Padahal sudah jelas, ketentuan pidana pemalsuan e-KTP dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam pasal tersebut, selain pidana penjara 10 tahun, pelaku pemalsuan juga dapat dikenai denda paling banyak 1 miliar rupiah.
Selain itu, undang-undang administrasi kependudukan juga mengatur ketentuan pidana bagi setiap orang yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk. Pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 75 juta rupiah. Hal ini diatur dalam Pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013. (@red).